Desainer muda berbakat Denny Wirawan berencana akan "membawa" tenun khas Indonesia ke ajang internasional. Dia akan menggelar hasil rancangannya yang terbuat dari kain tradisional Indonesia itu ke Dubai dan Mumbai dalam waktu dekat. "Bagaimanapun tenun tengah menjadi perhatian, bahkan merek luar negeri yang sudah mapan juga mulai meliriknya. Lantas, mengapa kita yang memiliki kekayaan tradisional itu tidak melakukannya?" kata Denny beralasan, saat ditemui di pameran Adiwastra Nusantara di ICC, Jakarta, pekan lalu.
Perancang busana yang sudah berkiprah hampir 13 tahun di dunia mode Tanah Air itu mengaku baru lima tahun lalu dirinya menggali potensi tenun daerah, di antaranya tenun dari Bali, NTT, NTB, dan Sulawesi Tenggara. Denny mengatakan sebenarnya ketika menjalani masa kecil di Bali dia sudah mengenal kain tenun, namun saat memulai karier sebagai perancang dia tidak terpikir untuk menggalinya lebih dalam.
Pemikiran itu lambat laun berubah, kini Denny menyadari bahwa masih banyak potensi daerah yang bisa diangkat dan digunakan oleh para perancang. Hal itu pun lantas dia buktikan dengan menggelar beragam koleksi tenunnya, ada tenun Tolaki, Buton, dan Muna dari Sulawesi Tenggara pada Desember tahun lalu. "Saya merasa sebagai desainer memiliki kewajiban untuk turut melestarikan dan mengangkat tenun dengan gaya yang baru," ujarnya.
Hal itu pula yang membuat Denny berniat untuk memopulerkan kain tenun ke dunia internasional. Sebelum pergelaran busana di Dubai dan Mumbai bulan depan, Denny sudah mengawalnya dengan menggelar show di Paris, Prancis. Dia meyakini kain tenun tidak akan kalah populer dengan kain batik yang memang sudah familiar di mata internasional.
Ketika ditanyakan alasannya memilih kain tenun sebagai objek rancangannya, Denny mengatakan, "Bagi saya tenun lebih ready to wear. Apabila dibandingkan dengan batik pengerjaannya memang lebih sulit, ada tantangan yang lebih besarlah." Selain merancang beragam koleksi dari kain tenun daerah tertentu, Denny juga melakukan kolaborasi dengan perajin tenun setempat, seperti perajin di Sulawesi Tenggara dan Bali.
Kreatifitas memang tak mengenal batas. Kertas koran yang mudah sobek bisa disulap jadi tenun lurik yang menarik. Hal ini dilakukan Sandiyo, warga Desa Bowan, Delangu, Klaten, Jawa Tengah. Usaha Sandiyo diawali hanya coba-coba.
Buah tangan Sandiyo dibuat dengan cara yang sama seperti karya tenun lainnya. Awalnya koran bekas dipotong-potong dengan lebar sekitar setengah sentimeter. Kemudian potongan kertas dipadukan dengan benang, ditenun dengan alat tenun bukan mesin.
Memang agak berbeda dengan proses tenun biasa. Membuat kerajinan tenun kertas koran tidak bisa dilakukan dengan cepat karena kertas tidak bisa dipintal hingga potongan kertas harus satu persatu dimasukkan ke alat tenun.
Usaha lurik kertas koran ini dirintis sekitar lima bulan lalu. Sandiyo mendapat ide membuat tenun kertas koran saat melihat banyak alat tenun pembuat serbet yang terbengkalai karena sejumlah perajin tenun serbet gulung tikar.
Tenun lurik kertas koran sekarang dimanfaatkan sebagai bahan dasar sejumlah kerajinan mulai dari taplak hingga tas. Karya kerajinan unik ini yang harga dasarnya Rp 8.000 per meter telah memasuki pasar berbagai kota mulai Jakarta hingga Bali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar